Kamis, 23 November 2017

kete' kesu history


Melirik Sejarah Kete’ Kesu di Sulawesi Selatan




Sebuah keberuntungan menghampirku untuk terbang ke Makassar, Sulawesi Selatan. Merasakan udara di kabin pesawat menuju Sulawesi, beberapa menit lagi besi terbang ini mendarat di Bandara Sultan Hassanuddin, Makassar. Menit itupun tiba, kakiku menginjakkan Makassar untuk kali kedua. Kali ini bukan untuk datang ke kondangan dan langsung pulang  seperti tahun kemarin. Melainkan menjelajah beberapa tempat wisata di Sulawesi Selatan. Destinasi wisata yang sudah saya idam-idamkan dari dulu adalah Kete’ Kesu yang terkenal sebagai wisata megalitikum.
k1
Perjalananku dimulai dari salah satu hotel di Rantepao, Toraja Utara. Jarak menuju Tana Toraja  sekitar 13km. Lumayan jauh perjalanan saya waktu itu. Transportasi di sana cukup sulit, tidak seperti di Jawa. Di Jawa transportasi umum lalu lalang setiap waktu, beda dengan Toraja. Tapi, dengan keterbatasan alat transportasi tidak mengurangi semangat perjalanan menuju Kete’ Kesu. Kebetulan ada saudara yang tinggal di sini, jadi saya bisa meminjam kendaraannya untuk waktu yang cukup singkat di Toraja. Datang ke Tana Toraja memang sebaiknya pagi, karena jika terlalu sore sudah ditutup untuk wisatawan. Di setiap perjalanan sudah tidak heran jika ada kerbau dengan si empunya. Memang kerbau di Toraja selalu diagungkan oleh warga. Itu memang salah satu adat daerah tersebut.
Selama kurang lebih satu jam perjalanan, akhirnya bangunan Kete’ Kesu sudah terlihat dari jauh. Objek tersebut sering disebut Tongkonan. Hm, banyak sekali wisatawan mancanegara  datang ke desa wisata yang ada di Tana Toraja tersebut. Memasuki Kete’ Kesu merogoh kocek 10 ribu rupiah saja.
k2
Kemarin saya sempat berbincang dengan salah satu penjaga yang ada di Kete’ Kesu. Beliau menceritakan banyak sekali sejarah yang ada di sana. Mulai dari peninggalan purbakala yang mana terdapat kuburan usianya sampai ratusan tahun. Dan uniknya lagi, banyak dari kuburan tersebut yang tampilannya masih bagus. Karena masyarakat Toraja menjaga kuburan para luluhur. Jika kalian menuju ke atas tebing, kalian akan menemukan pemakaman di atas tebing, peti-peti, tengkorak, dan tulang manusia. Jadi, jangan terkejut ketika sudah di atas tebing. Ketika saya sudah berada di puncak, saya memasuki goa yang banyak sekali peti. Di dalam goa gelap, maka dari itu banyak anak kecil yang menawarkan lampu senter untuk pencahayaan sampai masuk ke dalam goa. Jangan lupa memberi uang kepada mereka. Ketika sudah berada di dasar goa, saya menemuka batu yang terdapat lukisan menyerupai buaya, dan masih banyak lagi macamnya. Kehati-hatian ketika menuju keluar goa, karena jalanan goa sungguh licin.
k3
Maka dari itu prosesi upacara pemakaman digelar sangat mewah dan membutuhkan biaya yang cukup tinggi, begitu juga membutuhkan waktu yang lama. Bagi mereka (keluarga yang ditinggalkan) yang mana suku Toraja, Maka dari itu, mereka beranggapan jika memperlakukan orang mati dengan baik, maka kebaikan juga datang ke mereka. Maka dari itu jangan kaget dengan adat orang Toraja, kita harus belajar dari Bhinneka Tunggal Ika. ^ ^
k4
Di Toraja wisatawan tidak hanya belajar sejarah, mereka juga bisa belanja souvenir khas Tana Toraja. Mulai dari kain adat, gantungan kunci, sampai ukiran kayu bermotif kerbau. Bagaimana asyik bukan perjalanan saya? Kalian juga harus wajib mencoba ke Tana Toraja ^ ^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

faktor penyebaba suatu konflik

Pepatah ada asap tentu ada api adalah sebuah pepatah yang berlaku universal sebagai konsekuensi dari hubungan timbal balik atau sebab akibat...